KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN 2006- 2009 TAHUN 2006 - 2009

Taufeni, Angling (2016) KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN 2006- 2009 TAHUN 2006 - 2009. Other thesis, UPN "VETERAN" YOGYAKARTA.

[thumbnail of RESUME KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG .pdf]
Preview
Text
RESUME KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG .pdf

Download (164kB) | Preview

Abstract

RESUME
Oleh:
Angling
Taufeni
151 040 132
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2011
KETERLIBATAN
INGGRIS DALAM
UPAYA
PENYELESAIAN PERANG SOMALIA
TAHUN 2006
-
2009
Perkembangan dunia ternyata tidak bisa lepas dari
konflik.
Salah satunya adalah P
erang Somalia. Konflik ini
sebenarnya pecah pertama kali pada tahun 1991. Perang ini
terus flukt
uatif (pasang surut) dan puncaknya terjadi
pada tahun 2006 yang menyebabkan ko
rban ribuan orang,
termasuk didalamnya perempuan dan anak
-
anak. Masalah ini
kemudian menjadi perhatian masyarakat
Internasional,
termasuk PBB (Perserikatan Bangsa
-
Bangsa).
Dalam
menangani konflik di Somalia, Dewan Keamanan
PBB kemudian membentuk misi khusus yaitu
United
Nations
Operation In
Somalia
(UNOSOM). Sampai dengan 2006
ternyata misi ini banyak menuai kegagalan, yang dapat
dilihat dari terus berlangsunya konflik, serta belum
ditemukannya ”
win
-
win solutions
” antara pihak
-
pihak yang
bersengketa. Inilah yang menjadi awal dari peran dan
campur
-
ta
ngan Inggris dalam ikut menyelesaikan masalah
ini.
Masalah ini menyebabkan dampak yang luar biasa,
yaitu korban jiwa dalam jumlah yang besar, pelanggaran
terhadap demokrasi dan HAM, serta tidak jelasnya masa
depan negara ini akibat konflik yang berlangsung
secara
berkepanjangan karena pecah pertama kali pada tahun 1986
dan sampai tahun 2006 masih terus berlangsung meskipun
kadang mengalami masa jeda dan kemudian terjadi kembali.
Perang Somalia sebenarnya melibatkan banyak pihak,
namun secara faktual terdap
at dua kelompok besar yang
masing
-
masing saling bersengketa yaitu kubu pemerintah
yang disebut dengan TFG
(Transitional Federal Government)
atau
Warlord
dan kubu pemberontak yang dimotori oleh ICU
(Islamic Court Union)
.
Warlords
adalah sebuah forum komuni
kasi para mantan
perwira tinggi militer di suatu negara untuk kemudian
berupaya menjalankan atau melakukan pendekatan
-
pendekatan
pada rezim yang berkuasa di suatu negara. Umumnya
Warlords
berupaya menjalankan sistem pemerintahan suatu
negara karena masalah
stabilitas keamanan yang tidak
kondusif atau bahkan terancam
.
IC
U
(Islamic Court Union)
merupakan organisasi yang
dirintis dan berkembang pada tahun 1991 bersamaan dengan
runtuhnya pemerintah Somalia pada tahun yang sama. Pasca
runtuhnya negara ini siste
m syariah begitu mendominasi
percaturan sosial
-
politik di Somalia, yang kemudian
berkembang menjadi sebuah sistem peradilan dan kenegaraan
Kedua pihak ini berseteru dalam memperebutkan
pengaruhnya di Somalia, di satu sisi TFG dianggap
sekuler, oleh ICU, se
dangkan bagi TFG, ICU merupakan
kelompok radikal yang harus diperangi.
Kompleksnya perang sipil di Somalia kemudian
mendorong pihak
-
pihak Internasional untuk berpartisipasi
dalam menangani masalah ini. Salah satunya adalah
Inggris. Bagi Inggris, Somalia m
emiliki peranan penting
karena merupakan bagian dari keanggotaan Persemakmuran
Inggris (
British Commonwealth
) yang apabila dibiarkan
maka ini akan menganggu stabilitas wilayah Afrika.
Keterlibatan Inggris di Somalia pertama kali
diwujudkan tahun 2006 dan
hingga 2009 peran Inggris dalam
ikut mendukung penyelesaian masalah ini telah membuahkan
hasil yang signifikan. Peran Inggris ini ternyata
diwujudkan melalui koordinasi dengan NATO dan PBB.
Koordinasi dengan NATO memiliki peranan penting
bagi Inggris. Organisasi ini memiliki kredibilitas yang
baik dan teruji dalam program
-
program pertempuran di
beberapa wilayah dunia. Beberapa misi penting yang
berhasil dijalankan atas koordinasi dengan NATO
adalah
pembentukan sistem pengamanan bersama,
joint task force
,
evakuasi medis bersama dan
operasi tempur bersama
melalui
program
ASS
(
Assistance Force
of Somalia
). Program ini
diratifikasi pada 20 Desember 2001 di Bonn Jerman, dengan
total pelibatan
jumlah personel sejumlah 55.100 orang
.
Keberadaan NATO di Somalia ternyata juga berkaitan
dengan misi Inggris. Dengan kata lain, Inggris
menjalankan bentuk
-
bentuk koordinasi dengan aktor
Internasional lainnya karena selain menggunakan NATO
sebagai organisa
si partisipan, Inggris juga menjalankan
perannya secara independen. Tindakan ini dikemukak
a
n oleh
pejabat Inggris urusan keamanan Afrika Bruce William
.
Program ASS
berisi beberapa program
ketentuan,
masing
-
masing yaitu
:
a.
Mengamankan wilayah
-
wilayah di sel
uruh
Somalia
melalui pengedepanan tindakan
-
tindakan persuasif.
b.
Melucuti persenjataan
milisi
-
milisi di Somalia yang
bersengketa, yaitu milisi
-
milisi yang tergaung
dalam ICU.
c.
Mendukung peme
rintahan formal yang demokratis,
yaitu kubu pemerintah transisi (TFG)
di bawah
kepemimpinan Sharif Sheik Ahmed.
d.
Mendukung stabilitas perekonomian melalui
pendekatan stabilitas keamanan bersama
-
sama dengan
mediasi Internasional.
Melalui koordinasi dengan NATO berhasil membentuk
tim
-
tim yang berguna mewujudkan peacekeeping d
i Somalia,
antara lain tim demolisi, peninak bahan peledak dan SAR.
Keberadaan tim
-
tim ini memiliki peranan penting selain
untuk mendukung pencapain keamanan, juga sebagai
subtitusi kinerja pemerintah Somalia (TFG) yang terkadang
tidak sepenuhnya dapat dit
erima oleh masyarakat Somalia.
Kemudian obyek koordinasi yang dijalankan oleh
Inggris lainnya adalah dengan PBB. Wujud koordinasi ini
lebih menekankan pada mekanisme non
-
tempur, sebagai
contoh adalah bantuan kemanusiaan, kesehatan terutama
koordinasi pemb
angunan dalam kerangka pencapaian tujuan
pembangunan millennium (MDG’s).
Keterlibatan Inggris lainnya diwujudkan melalui
bantuan teknis. Ini dimaksudkan Inggris sebagai wujud
pencapaian
peacebuilding
, yaitu pemulihan konflik melalui
pembangunan
-
pembanguna
n infrastruktur dasar dan dukungan
sistem pelaporan pasca peran UNOSOM ataupun melalui
operasi “United Shied” bersama
-
sama negara
-
negara
internasional lainnya.
Kemudian wujud fasilitasi operasional diwujudkan
oleh Inggris dengan program pengamanan peraira
n bersama.
Sebagai contoh tentang hal ini adalah pembangunan pos
-
pos
pengamanan dan terlibat dengan pasukan multinasional di
beberapa wilayah Somalia, dari ibukota Mogadishu hingga
Beleyweine.
Sejak tahun
2006
pos
-
pos yang dimiliki oleh
Inggris
seban
yak 5
unit, masing
-
masing yaitu
:
a.
Pos I di Timur
Mogadishu
yang terdiri dari 10
-
12
personel pasukan multinasional.
b.
Pos II di Barat Laut
Puntland
yang terdiri dari 10
-
12 personel pasukan multinasional.
c.
Pos III di Barat
Kismayo
yang terdiri 18
-
20 orang
personel pas
ukan multinasional.
d.
Pos IV di Utara
Beleyweine
yang terdiri 18
-
20 orang
personel pasukan multinasional.
e.
Pos Induk sebaga
i
pusat k
omando operasi taktis yang
terl
e
tak di jantung kota ibukota
Mogadishu
yang
terdiri dari komandan staf kecil dengan 20 orang
ang
gota.
Keberadaan pos
-
pos pengawasan tersebut memiliki peranan
penting untuk mengawasi konflik sec
a
ra langsung,
memberikan pelayanan terhadap masyarakat sipil dan
koordinasi bagi para sukarelawan
(international
volunteer)
dan palang merah internasional.
Selain itu, Inggris juga berhasil membentuk unit
-
unit sub
-
satgas yang memiliki kemampuan secara khusus.
Pembentukan unit
-
unit sub
-
satgas ini terbagi atas tig
a
kelompok, masing
-
masing yaitu:
a.
Kelompok 1 yang memiliki kemampuan penguasaan
teknis, penjinakan b
ahan peledak, peta tempur dan
navigasi.
b.
Kelompok 2 yang memiliki kemampuan lobi
-
lobi,
negosiasi dan kemampuan non
-
teknis tempur (kesehatan
dan SAR).
c.
Kelompok 3 sebagai unit cadangan (
reserve command
)
dan
dukungan administrasi.
Pembentukan uni sub
-
satgas me
miliki peranan penting
untuk. Sebagai contoh penyelamatan di Mogadishu saat
terjadi badai pada bulan Mei 2007 dan penyaluran bantuan
dari laut ke udara dari Laut Hitam ke Mogadishu dan
sekitarnya pada bulan Juni 1996
.
Keberadaan kelompok
-
kelompok sub
-
satg
as di atas
didukung Inggris melalui pengadaan peralatan berupa 16
kendaraan jenis AAS (
Amphibious Assault Ship
) yang
berasal dari HMS (
His Majesty Ship
) 311 yang berlabuh di
Teluk Aden. Keberadana kapal perang Inggris tersebut
dilengkapi dengan kendaraan a
mphibi, perbekalan lapangan
dan rumah sakit terapung. Keberadaan kelompok sub
-
satgas
ini akan menjaga wilayah pantai perairan Somalia Timur
untuk mengatasi penyelundupan persenjataan bagi kelompok
pemberontak.
Dengan demikian maka dapat dibuktikan tentang
bentuk
keterlibatan
Inggris dalam ikut mendukung
upaya
penyelesaian p
e
rang di Somalia Tahun 2006
-
2009.

Item Type: Thesis (Other)
Subjek: J Political Science > JF Political institutions (General)
Divisions: x. Faculty of Law, Arts and Social Sciences > School of Humanities
Depositing User: Muji Isambina
Date Deposited: 26 Sep 2016 03:01
Last Modified: 26 Sep 2016 03:01
URI: http://eprints.upnyk.ac.id/id/eprint/6698

Actions (login required)

View Item View Item